Selingkuh Gara-gara Seks Kurang Harmonis

Konsultasi Psikologi Sawitri Supardi Sadarjoen
Minggu, 11/5/2008 | 16:57 WIB

HUBUNGAN harmonis sepasang suami istri  semakin memburuk dan terancam mengalami perceraian.  Hasil pemeriksaan secara psikologis menunjukkan, suami istri  tak pernah berhasil menjalin relasi seksual secara wajar sejak pernikahan.  Bagaimana masalah ini dapai diatasi?  Berikut bahasan lengkap Konsultasi Psikologi, Sawitri Supardi Sadarjoen

”Perkawinan kami berusia lebih dari lima tahun, tetapi yang paling membuat kami ingin bercerai adalah perselingkuhan suami saya. Selama perkawinan kami, suami saya sudah dua kali berselingkuh. Namun, karena pada dasarnya kami adalah pasangan yang nyaman dalam berceloteh, bercanda, dan saling mendukung untuk hal-hal tertentu, kami mengurungkan niat untuk bercerai. Meski demikian, terus terang beberapa hal membuat perasaan kami agak mengganjal.” Demikian Ny L bercerita, dengan nada yang tegas dan tampak sikap dominan serta percaya diri.

Sementara itu L menuturkan curahan hatinya dengan nada lemah dan dengan cara duduk terkesan menyudut serta sikap kurang percaya diri.

”Sebenarnya saya suka dalam pertemanan dengan istri, tetapi terus terang saya kecewa dengan sikap kakak lelakinya yang merendahkan saya. Memang saya belum mampu mandiri dan sampai sekarang masih tinggal di rumah mertua. Kecuali itu, istri saya sangat boros. Dia cenderung selalu menghabiskan penghasilan kami berdua untuk membeli hal-hal yang menurut saya kurang penting, seperti sepatu yang sangat mahal walaupun dia beli sepatu itu untuk saya. Jadi, saya tidak pernah punya tabungan. Bila saya menggugat, dia akan memberi jawaban yang saya tidak mampu menanggapinya. Ia pintar sekali mencari alasan untuk membenarkan pendapatnya sehingga sering saya terdiam.

Walaupun demikian, saat saya membutuhkan belaian dan pemanjaan, dia selalu mampu memenuhinya dengan lembut. Terasa nyaman, tetapi tidak membuat saya terstimulasi secara sensual. Saya peluk dia, terkadang saya cium, tetapi tanpa sedikit pun perangsangan sensual yang bisa saya rasakan, jadi terasa seperti pelukan dan ciuman kakak-adik kandung saja.

Hal yang juga membuat saya kurang nyaman adalah bila saya bersama istri bertemu dengan lingkungan pergaulan kami, saya seolah terpojok dan tidak mampu berelasi dengan bebas. Saya hanya diam dan mengikuti ke mana dia berada. Ada teman berkomentar, ’Kamu tuh kalau ada istri kayak menciut. Beda kalau kamu datang bertemu kami sendiri, kenapa, sih?’”

Analisis


Untuk memahami kepribadian dan karakteristik masing-masing, dilakukan pemeriksaan psikologi klinis pada keduanya. Dengan melalui analisis, diharapkan konselor dapat mengomunikasikan berbagai hal yang membuat mereka memahami diri dan pasangannya lebih mendalam sehingga masing-masing memiliki kerangka acuan yang tepat dalam berkomunikasi satu sama lain. Kecuali itu, melalui pengecekan kehidupan keduanya (anamnesis) secara eksploratif, akhirnya ditemukan salah satu sumber masalah sangat serius. Ternyata keduanya sejak pernikahan tidak pernah berhasil menjalin relasi seksual secara wajar.

Kegagalan terjadi saat secara tidak terduga ereksi seksual melemah dan kemudian hilang sama sekali tanpa disertai ejakulasi. Padahal, dari hasil pemeriksaan psikologi klinis, mereka memiliki minat heteroseksual normal. Artinya, kadar kebutuhan seksual terhadap lain jenis cukup baik dan normal, serta dari hasil pemeriksaan dokter ternyata pada pasangan tersebut tidak ditemukan kelainan organik berarti.

Ny L cerdas dan pandai bicara. Dia juga cenderung menuruti semua kehendaknya dan dengan kepandaian berbicara serta verbalisasi yang tertata baik, dengan mudah ia mendapat pembenaran atas apa pun yang dia inginkan. Dengan cepat dan mudah pula ia akan menemukan alasan yang dapat diterima akal sehingga sering kali suami terdiam tanpa daya.

Apalagi ternyata, dari hasil pemeriksaan psikologi klinis, kadar labilitas emosional suami ekstrem pula. Suami tidak mampu mempertahankan pendapatnya sehingga berakhir dengan terpuruknya eksistensi diri dan keterpurukan tersebut terakumulasi kekecewaan lain karena merasa dilecehkan kakak ipar. Keterpurukan eksistensi diri tersebut juga tampak saat kedua pasangan berada dalam lingkup pergaulan sosial yang sama.

L merasa tertekan dominasi istri saat dalam kebersamaan dengan lingkup pergaulan sosial yang sama. Eksistensi diri yang melemah di hadapan istri tanpa disadari mengakibatkan tingkat kepekaan erotis sensual terhadap sang istri terkikis dari hari ke hari.

Kondisi yang dialami L semakin nyata manakala ia secara terpisah menyatakan perangsangan sensual yang ia alami saat berdekatan dengan pasangan selingkuhnya dirasakan sangat baik. Artinya, fungsi sistem genital menjadi optimal saat L sebagai laki-laki merasa keutuhan eksistensinya terdukung relasi dengan pasangan yang berimbang saat bersama pasangan selingkuhnya. Apalagi bila disertai kehangatan kasih yang terjalin.

Intervensi psikologis

Menyimak dinamika relasi keseharian pasangan tersebut, dapat diperkirakan peluang terjadinya perselingkuhan kedua, ketiga, dan selanjutnya menjadi sangat besar apabila tidak dilakukan intervensi psikologis yang intensif.

Intervensi psikologis dengan metode psikoterapi pasangan intensif dan mengintegrasikannya dengan terapi relasi dan konseling psikoseksual menjadi solusi.

Intervensi diawali oleh jawaban keduanya atas pertanyaan, ”Apakah mereka bersedia melanjutkan perkawinannya atau bercerai.”

Apabila keduanya sepakat mempertahankan perkawinan, dibuat suatu perjanjian bahwa mereka akan sepakat bekerja sama dengan terapis dalam proses terapi yang memerlukan waktu relatif lama.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar